Senin, 10 Agustus 2009

bakteri proteolitik pada ikan


1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C,H,O,N yang tidak dimilki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula, fosfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Diperkirakan separuh atau 50% dari berat kering sel dalam jaringan seperti misalnya hati dan daging terdiri dari protein dan dalam tenunan segar sekitar 20% (Winarno, 2002)

Protein ini mudah sekali mengalami kerusakan terutama oleh mikroba, seperti yang diungkapkan oleh Nurwantoro dan Djarijah (1997) banyak macam kebusukan pangan yang disebabkan oleh mikroba pembusuk protein. Saying hal ini masih sulit untuk dipelajari, terutama karena reaksinya yang sangat kompleks. Sifat kompleksitas protein pangan dan variasi jenis mikroba pembusuk yang terdapat dalam pangan merupakan faktor penyebab utamanya kebusukan protein dalam daging, susu, produk daging, ikan dan telur dapat memberikan fenomena dan sifat ketergantungan pada kondisi penyimpanan yang tidak sama.

1.2 Maksud dan Tujuan.

Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui jumlah mikroba proteolitik yang terdapat dalam bahan pangan.

Tujuan dari paraktikum adalah agar mahasiswa mengetahui jumlah mikroba proteolitik pada produk bahan pangan yang berbeda.


1.3 Tempat dan Waktu

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang. Tanggal 8 Oktober 2004 pukul 13.00 WIB – selesai dan tanggal 10 Oktober 2004 pukul 10.00 WIB – selesai.


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik sampel

2.1.1 Abon tongkol

Abon ikan merupakan salah satu produk olahan tradisional yang pengolahannya dengan pemanasan tertentu. Abon ikan dibuat dengan mencampurakan dan melumatkan antara daging ikan dan bumbu-bumbu yang disertai dengan pemanasan tertentu yaitu dengan penggorengan. Menurut Saleh dan Suryono (1978) pada pembuatan abon ikan diperlukan pemberian bumbu-bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar, garam, gula kelapa, asam jawa, sereh, lengkuas, santan.

Dari hasil penelitian dinyatakan bahwa abon ikan mempunyai kadar air 17,2 %, kadar protein 18,9%, dan kadar lemak 18,9%. (Fauzya dalam Anonymous, 1992)

Ikan tongkol yang sering disebut dengan tuna kecil merupakan penghuni seluruh perairan asia, iakn tongkol hidup didaerah lautan tropis. Daging ikan tongkol yang berwarna putih mengandung 71,0% air, 25,9% protein, 1,7 % lemak dan 1,4% mineral. Sedangkan daging berwarna merah coklat mengandung 73,3% air, 23,3% protein, 03,3% lemak dan 1,4 % mineral. (Bykov, 1986)

Klasifikasi ikan tongkol menurut Saanin (1984) adalah :

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Class : Pisces

Sub class : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Scromboidea

Family : Scromboidae

Genus : Auxis

Species : Auxis thazard

2.1.2 Petis udang putih

Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) petis berasal dari cairan tubuh ikan atau udang yang telah terbentuk selama proses penggaraman kemudian diuapkan melalui proses perebusan lebih lanjut sehingga menjadi larutan yang lebih padat seperti pasta.

Udang putih (Panaeus ridicus) yang besar mempunyai panjang 20 cm dan garis tengah rata-rat 0,8-3 cm. warnanya putih kekuningan dengan bintik-bintik biru atau coklat. Ekor berwarna merah atau merah keabuan, kulit tipis dan kaku. Komposisi rata-rata daging udang antara lain : air 78,2%, protein 18,1%, lemak 0,8%, garam mineral 1,4% senyawa nitrogen non protein 0,81% (Hadiwiyoto, 1993)

Menurut Saanin (1984) klasifikasi udang putih adalah :

Phylum : Chordata

Sub phylum : Avertebrata

Class : Crustacea

Sub class : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Sub ordo : Natantia

Family : Paneiden

Genus : Panaeus

Species : Panaeus ridicus


2.1.3 Terasi udang rebon

Terasi udang adalah salah satu produk fermentasi yang hanya melalui proses penggaraman, kemudian dibiarkan beberapa saat agar terjadi proses fermentasi. Dalam pembuatan terasi proses fermentasi dapat berlangsung karena adanya enzim yang ada dalam tubuh ikan itu sendiri. (Afrianto dan Liviawaty, 1989)

Ciri-ciri udang rebon adalah mempunyai tiga pasang kaki jalan yang sempurna, restum dan telsonnya pendek, mempunyai kaki renang yangsempurna dan tampak berbulu dan panjang antenna sekitar 2-3 kali panjang tubuhnya. (Hutabarat dan Evans, 1986)

Terasi yang diperoleh dengan ferementasi mempunyai bau dan rasa yang spesifik, daya tahannya sangat lama, jika kualitasnya baik. Dengan pemberian sedikit saja sudah terasa akibatnya. Adapun komposisi kimia terasi udang rebon dalam 100gram bahan kering adalah air 40 gram protein 30 gram, lemak 3,9 gram, karbohidrat 3,5 gram, Ca 0,1 gram, P 0,85 gram dan Fe 0,0031 gram. (Anonymous, 1987)

Klasifikasi udang rebon menurut Saanin (1984) adalah :

Phylum : Arthropoda

Class : Crustacea

Ordo : Decapoda

Family : Paneidae

Genus : Panaeus

Species : Panaeus monodon


2.1.4 Udang rebon

Udang rebon merupakan zooplankton dengan ukuran panjang 1-1,5cm yangterdiri dari kelompok Crustacea yaitu Mysidocea acetes dan larva peraedae yangditemukan disekitar muara (Nontji, 1986)

Ciri-ciri dari udang rebon adalah mempunyai tiga pasang kaki jalan yang sempurna, restum dan telsonnya pendek, mempunyai kaki renang yangsempurna dan tampak berbulu dan panjang antenna sekitar 2-3 kali panjang tubuhnya. (Hutabarat dan Evans, 1986)

Komposisi kimia udang rebon dalam 100 gram bahan basah adalah 81 kalori energi, 16,2 gram protein, 1,2 gram lemak, 0,7 gram karbohidrat, 757 mg Ca, 292 mg P, 2,2 mg P, 2,2 mg Fe, 0,04 mg Vit B1, 79% air dan 100% bahan yang dapat dimakan.(Anonymous, 1987)

Menurut Saanin (1984) klasifikasi udang rebon adalah :

Phylum : Arthropoda

Class : Crustacea

Ordo : Decapoda

Family : Paneidae

Genus : Panaeus

Species : Panaeus monodon

2.1.5 Ikan Asin Gerabah

Ikan asin merupakan ikan yang menjadi asin dan keringmelalui proses penggaraman dan penjemuran dan penjemuran. Ikan asin mempunyai kadar air rendah karena penguapan oleh panas dan penyerapan oleh garam. Manfaat ikan asin untuk melengkapi kebutuhan gizi masyarakat melalui peningkatan protein. (Santoso, 1998)

Hasil akhir dari pengawetan dengan proses penggaraman adalah ikan asin yaitu ikan yang telah mengalami proses penggaraman dan pengeringan.(Afrianto dan Liviawaty, 1989)

Komposisi kimia ikan asin gerabah menurut Kaillula (1983) adalah air=74 gram, protein=22gram, lemak=1,2 gram, karbohidrat=0gram, kalori= 10 gram kalori.

Klasifikasi ikan asin gerabah menurut Saanin (1984) adalah :

Phylum : Choradata

Class : Pisces

Ordo : Percomorphi

Family : Scianidae

Genus : Pseudosciane

Species : Pseudosciane aneus

2.1.6 Pindang Layang

Pemindangan merupakan salah satu cara pengolahan, juga cara pengawetan ikan secara tradisional yang telah lama dikenal dan dilakukan di Negara kita. Ikan pindang sangat digemari masyarakat, karena mempunyai rasa yang khas dan tidak terlalu asin. Dalam proses pemindangan, ikan (juga udang dan kerang) diawetkan dengan cara mengukus atau merebusnya dalam lingkungan bergaram dan bertekanan normal, dengan tujuan menghambat atau membunuh bakteri pembusuk ataupun aktivitas enzim. (Afrianto dan Liviawaty, 1989)

Pemindangan merupakan salah satu cara pengawetan ikan dengan direbus dalam lingkungan bergaram dan bertekanan normal. Tujuan pemindangan adalah menghambat kegiatan bakteri atau membunuh bakteri pembusuk. Nilai gizi ikan pindang relative masih tinggi, yaitu sebagai berikut :


  1. protein 20 %
  2. lemak 5 %
  3. abu 5%
  4. air 10% sumber : Santoso,1998

Klasifikasi Ikan layang menurut Saanin (1984) adalah:

Phylum : Chordata

Class : Pisces

Sub class :Teleostei

Ordo : Percomorphii

Sub ordo : Percoidea

Family : Carangidae

Genus : Decapterus

Spesies : Decapterus sp

2.1.7 Katsuobushi Cakalang

Ikan kayu (katsuobushi) adalah ikan asap kering yang digunakan sebagai penyedap makanan. Jenis ikan yang biasa digunakan adalah cakalang(katsuonus) dan tongkol (Euthynus). Proses pengolahan ikan kayu meliputi penyiangan bahan mentah, perebusa, pengeringan, pengasapan, dan fermentasi. Pada saat fermentasi akan ditumbuhkan jamur yang akan mendegradasi senyawa fenol hasil pengasapn menjadi senyawa turunan yaitu pembentuk aroma ikan kayu yang bersifat khas dan aman bagi kesehatan. Jamur yang digunakan adalah jenis Aspergillus.(Anonymous, 2003)

Adapun komposisi gizi ikan cakalang adalah : 76 g air, 112 kalori energi, 20 g protein, 8 g lemak, 0,9 g karbon, 26 mg Ca, 100mg F, dan 1 mg Fe.(Sediaoetomo,1987)

Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan cakalang adalah :

Phylum : Chordata

Class : Pisces

Ordo : Percomorphii

Sub ordo : Percoidea

Family : Scombridae

Genus : Katsuwonus

Species : Katsuwonus pellamis

2.2 Jenis Bakteri Berdasarkan Media Yang Digunakan

2.2.1 Mikroba Amilolitik

Bakteri ini dapat memecah pati ( karbohidrat) menjadi komponen yang lebih sederhana dimana kebanyakan bakteri dapat menggunakan kembali sebagai sumber energi. Hidrolisis pati dapat terjadi dengan bantuan enzim amylase. Kamampuan mikroba untuk memecah pati dan cara memecahnya berbeda tergantung pada speciesnya. (Sumardi,dkk,1992).

2.2.2. Mikroba Proteolitik

Bakteri yang tergolong proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim proteinase ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi didalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Semua bakteri mempunyai enzim proteinase ekstraseluler. Bakteri proteolitik dapat dibedakan atas bebrapa kelompok yaitu :

1. bakteri aerobic/anaerobic fakultatif, tidak membentuk spora misalnya Pseudomonas dan Proteus.

2. bakteri aerobik / anerobik fakultatif , membentuk spora misalnya: bacillus.

3. bakteri anaerobic pembentuk spora, misalnya sebagian species Clostridium. (Dwidjoseputro, 1993)

2.2.3 Mikroba lipolitik

Kelompok bakteri lipolitik memproduksi lipase, haitu enzim yang mengkatalis hidrolisis lemak menjadi asam-asam lemak dan dan gliserol. Banyak bakteri yang bersifat aerobic dan proteolitik aktif juga bersifat lipolitik misalnya Pseudomonas, Alcaligenes, Serratia dan Micrococcus. (Dwidjoseputro, 1993)

2.3 Perbedaan Larutan Isotonis, Hipotonis, Hipertonis.

Menurut Schlegel (1994) bahwa dalam keadaan normal kadar senyawa gula dan garam yang mempunyai pengaruh osmotik lebih tinggi dibagian dalam sel dari luar sel setara dengan larutan 10-20% sakhrose, jumlah yang memasuki air sel, sebatas yang dimungkinkan oleh dinding sel. Bila nilai osmotik medium luar sel ditingkatkan misalnya dengan penambahan garm, gula, gula atau senyawa ureum, sehingga nilainya menjadi lebih tinggi daripada nilai osmotik isi sel maka air dari dalam sel akan disedot keluar melepaskan diri dari dinding sel, keadaan ini dikenal dengan hiopertonik dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam medium ini disebut plasmolisis. Apabila tekanan osmotik didalam sama dengan luar sel maka disebut dengan isotonik dan apabila tekanan osmotik didalam sel lebih tinggi dari luar sel dikenal dengan hipotonik.

2.4 Media Nutrien Agar, SMA dan Metode Spread

Media NA adalah suatu medium yang mengandung suber nitrogen dalam jumlah cukup yaitu 0,3% ekstrak sapid an 0,5% peptone, tetapi tidak mengandung sumber karbohidrat, oleh karena itu baik untuk pertumbuhan bakteri tetapi kapang dan khamir tidak dapat tumbuh dengan baik. (Fardiaz, 1993)

Media SMA (Skim Milk Agar) adalah suatu medium yang mengandung kasein, digunakan untuk mendeteksi mikroba yang bersifat proteolitik. Adapun cara membuat SMA adalah dengan mencampurkan NA atau medium lainnya yang tidak mengandung karbohidrat dengan konsentrasi dua kali lipat (double strength) pada suhu 50-550C, ditambah susu skim steril pada susu 500C dalam jumlah sama. (Sumardi, et all, 1992)

Terkadang media yang digunakan dari susu, dimana susu ini menurut Dwidjoseputro(1998) bahwa bahan-bahan yang terkandung air susu serta kualitas air susu itu tergantung pada jenis lembu, pada waktu menyusui, kepada musim dan kepada faktor-faktor lain pada umumnya dapat diambil hasil rata-rata sebagai berikut: air susu lazimnya mengandung air (87,25%), laktosaq (4,8%), lemak (3,8%), kasein (2,8%), albumin (0,7%), dan garam-garaman (0,65%).

Metode penanaman cawan tebar (spread) adalag setetes inokulum diletakkan ditengah-tengah medium agar nutrient dalam cawan Petri. Dan dengan menggunakan batang kaca bengkok yang steril, inokulum itu disebarkan dipermukaan medium. Batang yang sama dapat digunakan untuk menginokulasi panggan kedua untuk menjamin penyebaran sel-selnya dengan baik. Pada beberapa pinggan akan muncul koloni-koloni yang terpisah-pisah. (Pelczar and Chan, 1986)
3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Fungsi

a. Erlenmeyer 250ml : untuk tempat media larutan NA+SMA

b. Tabung reaksi : tempat pengenceran bertingkat

c. Cawan petri : wadah menanam mikroba

  1. Pipet serologis (1ml) : untuk mengambil larutan Na-fis 0,9 % sebanyak 1 ml. dan larutan hasil pengenceran untk ditanam sebanyak 0,1 ml.

e. Rak tabung reaksi : sebagai tempat tabung reaksi

f. Bunsen : untuk pengkondisian aseptis

g. Incase : untuk menginkubasi mediabiakan pada suhu 35-370C

h. Colony counter : untuk menghitung jumlah koloni bakteri

i. Triangle : untuk meratakan sampel pada saat penanaman dengan metode spread

j. Autoclave : untuk mensterilkan alat dan bahan

k. Spatula : untuk menghomogenkan larutan

l. Beaker glass 350 ml : untuk wadah alkohol sebagai mensterilkan triangle sebelum digunakan

m. Mortar : untuk menghaluskan sampel

n. Timbangan analitik : untuk menimbang sample sebanyak 1 gram

3.2 Bahan dan Fungsi

a. NA + SMA : media penanaman yang mengandung protein

b. Na fis0,9% : untuk pengenceran dan memberi kondisi isotonis bakteri

c. Aquadest : untuk pelarut NA, SMA dan NaCl

d. Abon tongkol, petis udang putih, terasi udang rebon, udang rebon, ikan asin gerabah, pindang layang, dan katsubushi : sebagai sampel yang akan diuji jumlah bakteri proteolitiknya

e. Plastic : untuk membungkus cawan petri saat akan diinkubasi

f. Tali : untuk mengikat tali yang berisi cawan.

g. Alcohol : untuk pengkondisian aseptik

h. Label : untuk menandai sample

i. Tissue : untukmembersihkan dan mengeringkan peralatan

j. Koran : untuk membungkus alat dan bahan saat disterilisasi

3.3 Alur Kerja

4. DATA DAN PENGAMATAN

4.1 Data Hasil Pengamatan

kelp

10-2

10-3

10-4

a

b

a

b

a

b

1

151

103

8

21

10

24

2

1

7

16

18

7

1

3

-

1

6

-

-

-

4

2

2

24

26

-

3

5

12

5

8

2

6

1

6

22

14

4

1

0

2

7

TBUD

225

32

16

5

4

4.2 Perhitungan

· Na fis 0,9 %

NaCl yang dibutuhkan =

· Media

Media NA+SMA

Perbandingan 1 : 1 = 45 : 45

Untuk 6 cawan = 6 x 15 ml = 90 ml

1. NA ( 28 gram dalam 1000 ml)

(45 ml) =


2. SMA

Na : kasein = 10 : 1

SMA = 45 ml

Na =

=

Kasein (20 gram dalam 100 ml)

=

=

Perhitungan Bakteri Proteolitik

I S koloni 10-2 = = 127.103 koloni/ml

= 1,3 105 koloni/ml <>2 koloni/ml

II S koloni 10-2 = = 4.103 koloni/ ml <>2 koloni/ml

III. S koloni 10-2= 0 (gagal)

IV S koloni 10-2 = = 2.103 koloni/ml <>2 koloni/ml

V S koloni 10-2 = = 8,5.103 koloni/ml <>2 koloni/ml

VI S koloni 10-2 = = 1,8.104 koloni/ml <>2 koloni/ml

VII S koloni 10-3 = = 2,4.104 koloni/ml <>2 koloni/ml

5. PEMBAHASAN

5.1 Analisa Prosedur

Pertama-tama yang dilakukan adalah sterilisasi alat-alat yang akan digunakan antara lain : Erlenmeyer 250 ml yang berisi media NA+SMA, tabung reaksi 4 buah, pipet serologis 1 ml 6 buah, cawan petri 6 buah. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoclave. Tujuan dari sterilisasai adalah untuk mempertahankan pencemaran oragnisme lain pada bidang bedah, untuk mempertahankan keadaan aseptis pada pembuatan makanan dan obat-obatan untuk menjamin keamanan terhadap pencemaran oleh organisme. (Gupte, 1990)

Kemudian diambil sampel yangterdiri dari : abon tongkol, petis, udang putih, terasi udang rebon, udang rebon, ikan asin gerabah, pindang laying dankatsuo bushi cakalang. Sampel tersebut lalu dihaluskan dengan menggunakan mortal dan ditimbang sebanyak 1 gram dengan timbangan analitik. Alu dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 9 ml Na-fis 10, lalu dihomogenkan. Setelah homogen dilakukan pengenceran bertingkat 10, 10, 10, sebanyak 1 ml. Tujuan pengenceran yaitu untuk mengurangi kepekaan mikroba suatu larutan yang akan diperoleh satu koloni saja atau koloni murni (Dwidjoseputro, 1993). Larutan hasil pengenceran tersebut kemudian diambil 0,1 ml dengan pipet serologis dimasukkan kedalam cawan petri yang sudah diisi dengan media NA+SMA yang sudah bekku untuk dilakukan penanaman. Perlakuan tersebut dilakukan secara duplo untukpembanding atau faktor koreksi. Metode penanaman yang digunakan adalah metode spreader. Menurut Fardiaz (1992) metode permukaan/surface/spread plate pada pemupukan dengan metode permukaan, terlebih dahulu dibuat agar cawan kemudian sebanyak 0,1 ml contoh yang telah diencerkan dengan pipet pada permukaan agar tersebut dan diratakan dengan batang gelas melengkung yang steril. (Fardiaz, 1992). Kemudian sampel 0,1 ml disebarkan atau diratakan pada permukaan media dengan menggunakan triangle yang steril dimana sebelum dipakai dipanaskan diatas bunsen dulu. Kemudian cawan dimasukkan plastic diikat dengan tali dan diinkubasi denga suhu 35-37 C selama 48 jam. Setelah 2 hari cawan diambil dan dihitung jumlah koloni bakteri proteolitik dengan coloni counter. Dari data koloni tersebut kemudian dihitung jumlah koloni/cm dengan menggunakan rumus :

Untuk melaporkan hasil analisis mikrobiologi dengan cara hitungan cawan digunakan suatu standar yang disebut Standar Plate Counts (SPC) sebagai berikut :

  1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30-300
  2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan dpat dihitung satu koloni
  3. Satu deretan ranti koloni yang terlihat sebagai satu merupakan satu kumpulan koloni yang terlihat sebgai suatu garis tebal dihitung sebagai satu koloni. (Fardiaz, 1992)

5.2 Analisa Hasil

Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah koloni bakteri proteolitik masing-masing kelompok adalah : kelompok I = 1,3 koloni/ml, kelompok II = 4,0 103 koloni/ml, kelompok III = Gagal , kelompok IV = 2,0 103 koloni/ml, kelompok V = 8,5 103 koloni/ml, kelompok VI = 1,8 104 koloni/ml , kelompok VII = 2,4 105 koloni/ml.

Bakteri yang tumbuh dalam media biakan adalah jenis bakteri proteolitik yang memcah protein menjadi peptida dan asam-asam amino dan menggunakannya untuk sumber energi atau untuk sintesis protein kembali.

Adapun bakteri yang tidak dapat tumbuh pada sampel terasi udang rebon, udang rebon dan pindang laying hal ini disebabkan kandungan protein pada masing-masing sampel yang berbeda sehingga tidak ada bakteri proteolitik yang menguraikan protein.

Pertumbuhan bakteri proteolitik juga dipengaruhi oleh faktor yang mendukung pertumbuhan. Menurut Nurwantoro dan Djarijah (1997) faktor intrinsic yang mendukung antara lain sifat-sifat fisik, kimia dan struktur yang dimiliki.


6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil praktikum dapat ditarik kesimpulan :

· Pembusukan setelah ikan mati, disebabkan oleh aktivitas mikroba bersinergi dengan enzim. Baik enzim dari tubuh ikan maupun mikroba, merombak/memecah senyawa makromolekul pada ikan.

· Bakteri berdasar media pertumbuhannya terbagi atas: bakteri proteolitik, amiloliti, lipolitik.

· Mikroorganisme proteolitik adalah bakteri dankapang tertentu yang dapat memecah protein.

· Pemecahan protein oleh bakteri proteolitik ini dibantu dengan enzim proteinase ekstraseluler.

· Media yangdunakan adalah media NA dan SMA

· Berdasar hasil perhitungan diperoleh jumlah koloni bakteri proteolitik masing-masingkelompok adalah : Kel 1=1,3 kol/ml, kel 2= 4,0 kol/ml, kel 3= gagal, kel 4 = 2,0 kol/ml, kel 5=8,5 kol/ml, kel 6=1,8 kol/ml, kel 7=2,4 kol/ml.


DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Anonymous.1987. Daftar Komposisi Bahan Makana. Direktorat Gizi Departeman Kesehatan Republik Indonesia. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

. 2003. Kemungkinan Pemanfaatan Jamur Ikan Kayu Sebagai Penghasil Obat Anti Tumor. Fishtech News Edisi September.

Bykov. 1986. Marine Fishes Chemical Chomposition and Processing Properties. A. A Balkema. Rotterdam

Dwidjoseputro, D. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

_______ . 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar Edisi III. Binarupa Aksara. Jakarta.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid I. Liberty. Yogyakarta.

Hutabarat, S dan S.M. Evans. 1996. Kunci identifikasi Zooplankton. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Kaillula dan T.G Trap. 1983. Trawled Fishes of Southren Indonesia Australia. Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta.

Nurwantoro dan Djarijah, A.S. 1997. Mikrobiologi Pangan Hewani-Nabati. Kanisius. Yogyakarta.

Pelczar, MJ, dan E. C. S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Penerbit Bina Cipta. Bogor.

Santoso, H. B. 1998. Ikan Asin. Kanisius. Yogyakarta.

___________. 1998. Ikan Pindang. Kanisius. Yogyakarta.

Sumardi, J. A, B. B Sasmito dan Hardoko. 1992. Penuntun Praktikum Kimia dan Mikrobiologi Pangan Hasil Perikanan. Fakultas Periknan Universitas Brawijaya. Malang.

Schlegel, H.G. 1994. Mikrobiologi Umum. Alih Bahasa : Baskoro, R.M.T. Fakultas Kodokteran. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sediaoetomo. 1987. ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Dian Rakyat. Jakarta.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

1 komentar: